Minggu, 02 Maret 2014

story of my JERAWAT

Hi ladies and para cowo (hahaha) disini saya penulis blog baru tepatnya bukan blogger handal karena saya nggak suka nulis sebenernya, ini cuman buat ngisi waktu liburan dua hari aja sih hehehe. btw kan kita belum kenal, ada yang bilang tak kenal itu maka tak sayang. well disini saya mau kenlin diri dulu ;) (bawel ya aku) .
ok langsung saja ya teman nama asli gue Tiyah Munti Rahayu kalian semua bisa panggl munti, .
o iya sahbatku semua, disini sya mau posting tentag jrewi alias JERAWAT, hiiii udah ngeri banget ya kalo denger itu tamu yang tak di undang yang suka nongkrong di wajah yang membuat rasa percaya diri kita berkurang hahahaha, nah itu yang gue alami sekarang ini awalnya sih sepele hanya karena wisuda iya wisuda hahahaha, jadi ceritanya wisuda itukan harus dandan2 ala artis gitu nahh disitu gue pergi kesalah satu salon disitulah awal mulanya jrawat ku keluar. aalnya sih hanza binik binik merah di pipi kiri trus jdi kekanan juga hadeeh mulai panik lah disini gue, nahh samp sekarang ni bekas masih ada dan masih ada stu dua jrawat aktifnya. selama 4bulan saya ngbatinya pake cosmetic inez beauty yang untuk kulit berjrawat abis itu agak ilang sih. ehhhhh pas pake buat yang ngecilin pori pori eh malah numbh lagi akhirnya gue susuah payah lagi melawan jerwt yg semakin lama semakin membanyak hahahaha. tapi allhamdullilah sekarang tinggal bekasnya aja, temen temen semua yg punya jrwat gampang kok ngilangin nya kalian bisa pake madu atau jeruk nipis , dulu saya juga ngilanginnya lakuin ritual tsb
ngilangin jrewi pake jeruk nipis 
- pertamaa bersihin muka dulu pake pembersih (kalo aku pake my baby yg oat milk)
- ambil jeruk nipis potong jadi 2 
- setelah itu olesin secara perlahan ya. itu agak perih kalo di aplikasikan ke jrwat yang masih aktif
kalian bisa lakuin ritual ini 3 atau 2 kali sehri saja karena menurut googling gue kalo tiap hari bikin kulit iritasi :D
udah ya nanti aku kmbali buat mosting foto hasil ritual ku ok

Kamis, 15 November 2012

Materi bahasa Indonesia Kelas XII


CERPEN, NOVEL DAN HIKAYAT


CERPEN, NOVEL DAN HIKAYAT
A. Definisi Cerpen
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), Cerita Pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
B. Definisi Novel
Secara hakiki, novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang di sekitarnya serta menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Biasanya, cerita dalam novel dimulai dari peristiwa atau kejadian terpenting yang dialami oleh tokoh cerita, yang kelak mengubah nasib kehidupannya.
Berbeda dengan cerita pendek, yang umumnya berkisah tentang perilaku sesaat sang tokoh ketika ia menghadapi suatu peristiwa atau kejadian pada suatu ketika. Untuk lebih memahami perbedaan antara cerita pendek dan novel, berikut ini disajikan karakeristik kedua karya sastra (prosa narasi) tersebut
C. Unsur-unsur Cerpen atau Novel
1. Unsur Intrinsik Cerpen atau Novel
a. Penokohan
Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Panuti Sudjiman, 1988:16).
Tokoh merupakan bagian atau unsur dari suatu kebutuhan artistik yaitu karya sastra yang harus selalu menunjang kebutuhan artistik itu, Kennye dalam Panuti Sudjiman (1966:25).
Penokohan dalam cerita rekaan dapat diklasifikasikan melalui jenis tokoh, kualitas tokoh, bentuk watak dan cara penampilannya. Menurut jenisnya ada tokoh utama dan tokoh bawahan. Yang dimaksud dengan tokoh utama ialah tokoh yang aktif pada setiap peristiwa, sedangkan tokoh utama dalam peristiwa tertentu (Stanton, 1965:17).
Ditinjau dari kualitas tokoh, ada tokoh yang berbentuk datar dan tokoh yang berbentuk bulat. Adapun tokoh yang berbentuk datar ialah tokoh yang tidak memiliki variasi perkembangan jiwa, karena sudah mempunyai dimensi yang tetap, sedangkan tokoh yang berbentuk bulat ialah tokoh yang memiliki variasi perkembangan jiwa yang dinamis sesuai dengan lingkungan peristiwa yang terjadi. Biasanya tokoh yang berbentuk datar itu pada dasarnya sama dengan tokoh tipologis, dan tokoh yang berbentuk built disebut tokoh psikologis. Dengan demikian tokoh tipologis juga berarti tokoh yang tidak banyak mempersoalkan perkembangan jiwa atau tidak mengalami konflik psikis, karena sudah mempunyai personalitas yang mapan. Sedangkan tokoh psikologis adalah tokoh yang tidak memiliki persoanlitas yang mapan dan selalu dinamis (Kuntowijaya dalam Pradopo dkk, 11984:91).
Jika dilihat dari cara menampilkan tokohnya ada yang ditampilkan dengan cara analitik dan dramatik. Penampilan secara anlitik adalah pengarang langsung memaparkan karakter tokoh, misalnya disebutkan keras hati, keras kepala, penyayang dan sebagainya. Sedangkan penampilan yang dramatik, karakter tokohnya tidak digambarkan secara langsung, melainkan disampaikan melalui; (1) pilihan nama tokoh, (2) penggambaran fisik atau postur tubuh, dan (3) melalui dialog (Atar Semi, 1984:31-32).
Sering dapat diketahui bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya dengan berbagi cara. Mungkin cara pengarang menampilkan tokoh sebagai pelaku yang hanya di alam mimpi, pelaku memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku memiliki cara yang sesuai dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku egois, kacau dan mementingkan diri sendiri (Bouton dalam Aminuddin, 1984).
Penyajian watak tokoh yang dihadirkan pengarang tentunya melahirkan karakter yang berbeda-beda pula, antara tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Cara mengungkapkan sebuah karakter dapat dilakukan melalui pernyataan langsung, melalui peristiwa, melalui percakapan, melalui menolong batin, melalui tanggapan atas pernyataan atau perbuatan dari tokoh-tokoh lain dan melalui kiasan atau sindiran. Suatu karakter mestinya harus ditampilkan dalam suatu pertalian yang kuat, sehingga dapat membentuk kesatuan kesan dan pengertian tentang personalitas individualnya. Artinya, tindak-tindak tokoh tersebut didasarkan suatu motivasi atau alasan-alasan yang dapat diterima atau setidak-tidaknya dapat dipahami mengapa dia berbuat dan bertindak demikian (Atar Semi, 1988:37-38). Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan tokoh cerita, baik keadaan lahir maupun batinnya termasuk keyakinannya, pandangan hidupnya, adat-istiadat, dan sebagainya. Yang diangkat pengarang dalam karyanya adalah manusia dan kehidupannya. Oleh karena itu, penokohan merupakan unsur cerita yang sangat penting. Melalui penokohan, cerita menjadi lebih nyata dalam angan pembaca.
Ada tiga cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu dengan cara langsung, tidak langsung, dan kontekstual. Pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam. Sebaliknya, pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita.
Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung. Pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
b. Alur
Pengertian alur dalam cerita pendek atau dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa, sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 1987:83).
Alur atau plot adalah rentetan peristiwa yang membentuk struktur cerita, dimana peristiwa tersebut sambung sinambung berdasarkan hukum sebab-akibat (Forster, 1971:93).
Alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Atar Semi, 1988:43-46). Alur merupakan kerangka dasar yang amat penting. Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu sama lain, bagaimana satu peristiwa mempunyai hubungan dengan peristiwa lain, bagaimana tokoh digambarkan dan berperan dalam peristiwa itu yang semuanya terikat dalam suatu kesatuan waktu.
Urutan peristiwa dalam karya sastra belum tentu merupakan peristiwa yang telah dihayati sepenuhnya oleh pengarang, akan tetapi mungkin hanya berasal dari daya imajinasi. Begitu pula urutan peristiwa itu jumlahnya belum tentu sama dengan pengalaman yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, urutan peristiwa yang demikian tidak lain hanyalah dimaksudkan untuk mendekatkan pada masalah yang dikerjakan terhadap tujuan dalam karya sastra.
Sehubungan dengan penjelasan tersebut di atas menurut tasrif ada lima hal yang perlu diperhatikan pengarang dalam membangun cerita, yaitu : (1) situation, yakni pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, (2) generating circumstances, yaitu peristiwa yang bersangkutan-paut, (3) ricing action, keadaan mulai memuncak, (4) climax, yaiut peristiwa mencapai puncak, dan (5) document, yaitu pengarang telah memberikan pemecahan persoalan dari semua peristiwa.
Dari kelima bagian tersebut jika diterapkan oleh pengarang secara berurutan no 1-5, maka disebut sebagai alur lurus (progresif), sedangkan apabila penerapan itu dimulai dari tengah atau belakang disebut sebagai alur balik (regresif).
Di samping kedua bentuk alur tersebut, ada pula alur yang disebut alur gabungan. Dalam alur ini dipergunakan sebagian alur lurus dan sebagian lagi alur sorot balik. Meskipun demikian gabungan dua alur itu juga dijalin dalam kesatuan yang padu, sehingga tidak menimbulkan kesan adanya dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu atau pun tempat kejadiannya (Suharianto, 1982:29).
Ditinjau dari padu tidaknya alur dalam sebuah cerita, maka alur dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni alur rapat dan alur renggang. Dalam alur rapat hanya tersaji adanya pengembangan cerita pada satu tokoh saja, sehingga tidak timbul pencabangan cerita, akan tetapi apabila ada pengembangan tokoh lain selain tokoh utama, maka terjadilah alur renggang atau terjadi pencabangan cerita.
Dari beberapa batasan di atas jelas masing-masing alur mempunyai keistimewaan sendiri. Alur lurus dapat memberikan kemudahan bagi pembaca untuk menikmati cerita dari awal sampai akhir cerita. Akan tetapi lain halnya dengan alur sorot balik (flash back). Alur ini dapat mengejutkan pembaca, sehingga pembaca dibayangi pertanyaan apa yang terjadi selanjutnya dan bermaksud apa pengarang menyajikan kejutan seperti itu. Dengan demikian pembaca merasa terbius untuk membacanya sampai tuntas.
Dikatakan alur yang berhasil, jika alur yang mampu menggiring pembaca menyelusuri cerita secara keseluruhan, tidak ada bagian yang tidak ditinggalkan yang dianggap tidak penting.
c. Latar
Menurut pendapat Aminuddin (1987:67), yang dimaksud dengan setting/latar adalah latar peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Lebih lanjut Leo Hamalian dan Frederick R. Karel menjelaskan bahwa setting dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, melainkan juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu problema tertentu. Setting dalam bentuk terakhir ini dapat dimasukkan ke dalam setting yang bersifat psikologis (Aminuddin, 1987:68).
Secara rinci Tarigan (1986:136) menjelaskan beberapa maksud dan tujuan pelukisan latar sebagai berikut :
2) Latar yang dapat dengan mudah dikenal kembali dan dilukiskan dengan terang dan jelas serta mudah diingat, biasanya cenderung untuk memperbesar keyakinan terhadap tokoh dan gerak serta tindakannya.
3) Latar suatu cerita dapat mempunyai relasi yang lebih langsung dengan arti keseluruhan dan arti umum dari suatu cerita.
4) Latar mempunyai maksud-maksud tertentu yang mengarah pada penciptaan atmosfir yang bermanfaat dan berguna.
Selain menjelaskan fungsi latar sebagai penggambaran tempat (ruang) dan waktu, latar juga sangat erat hubungannya dengan tokoh-tokoh cerita, karena tentangnya dapat mengekspresikan watak pelaku (Wellek, 1962:221). Penggambaran latar yang tepat akan mampu memberikan suasana tertentu dan membuat cerita lebih hidup. Dengan adanya penggambaran latar tersebut segala peristiwa, keadaan dan suasana yang dilakukan oleh para tokoh dapat dirasakan oleh pembaca.
d. Sudut Pandang
Cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya disebut sudut pandang, atau biasa diistilahkan dengan point of view (Aminuddin, 1987:90). Pendapat tersebut dipertegas oleh Atar Semi (1988:51) yang menyebutkan istilah sudut pandang, atau point of view dengan istilah pusat pengisahan, yakni posisi dan penobatan diri pengarang dalam ceritanya, atau darimana pengarang melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu.
Sudut pandang membedakan kepada pembaca, siapa menceritakan cerita, dan menentukan struktur gramatikal naratif. Siapa yang menceritakan cerita adalah sangat penting, dalam menentukan apa dalam cerita, pencerita yang berbeda akan melihat benda-benda secara berbeda pula (Montaqua dan Henshaw, 1966:9).
Lebih lanjut Atar Semi (1988:57-58) menegaskan bahwa titik kisah merupakan posisi dan penempatan pengarang dalam ceritanya. Ia membedakan titik kisah menjadi empat jenis yang meliputi : (1) pengarang sebagai tokoh, (2) pengarang sebagai tokoh sampingan, (3) pengarang sebagai orang ketiga, (4) pengarang sebagai pemain dan narrator.
e. Gaya
Gaya adalah cara pengarang menampilkannya dengan menggunakan media bahasa yang indah, harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca (Aminuddin, 1987:72). Hal demikian tercermin dalam cara pengarang menyusun dan memilih kata-kata, tema dan dalam memandang tema atau persoalan, tercermin dalam pribadi pengarangnya. Oleh Karena itu unsur cerita sebagaimana tersebut di muka baru dapat sempurna apabila disampaikan dengan gaya tertentu pula, karena gaya dalam karya sastra adalah bahasa yang dipergunakan oleh pengarang (Suhariyanto, 1982:37).
Sehubungan dengan pembahasan ini pemberian gaya akan ditinjau melalui dua sudut, yaitu gaya bahasa dan gaya bercerita, karena pengertian gaya umumnya dapat dirumuskan sebagai cara pengarang menggambarkan cerita agar cerita lebih menarik dan berkesan. Hal tersebut erat kaitannya dengan kemampuan pengarang dalam penulisan cerita dengan penggunaan bahasa, karena cerita pada dasarnya bermediakan bahasa.
- Gaya Bahasa
Dalam persoalan gaya bahasa meliputi semua herarhi kebahasaan yaitu pilihan kata secara individual, frase, klausa, kalimat dan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan (Keraf, 1984:112).
Pengembangan bahasa melalui sastra dikatakan bersifat pribadi karena sastra itu sendiri merupakan kegiatan yang pribadi dan perorangan, ia merupakan pengungkapan apa-apa yang menjadi pilihan pribadinya, hasil seorang sastrawan melihat lingkungannya dan memandang ke dalam dirinya.
Atar Semi (1988:49) menyatakan bahwa gaya bahasa yang digunakan oleh sastrawan, meskipun tidaklah terlalu luar biasa, adalah unik, karena selain dekat dengan watak jiwa penyair; juga membuat bahasa yang digunakannya berbeda dengan makna dan kemesraannya. Dengan gaya tertentu seorang pengarang dapat mengekalkan pengalaman rohaninya dan penglihatan batinnya, serta dengan itu pula ia menyentuh dan menggelitik hati pembacanya. Karena gaya bahasa itu berasal dari batin seorang pengarang, maka gaya bahasa yang digunakan oleh seorang pengarang dalam karyanya secara tidak langsung menggambarkan sikap dan karakteristik pengarang tersebut.
Sedangkan Muchin Ahmadi, dkk (1984:7) mendifinisikan gaya bahasa sebagai kenyataan penggunaan bahasa (phenomena) yang istimewa dan tidak dapat dipisahkan dari cara-cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan pengalaman, bidikan, nilai-nilai kualitas, kesadaran pikiran dan pandangannya yang istimewa. Secara tentatif tetapi praktis gaya bahasa dapat dibatasi pengertian dasarnya sebagai suatu pengaturan kata-kata dan kalimat-kalimat yang paling mengekspresikan tema, ide, gagasan dan perasaan serta pengalaman pengarang. Secara garis besar gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu : (1) gaya bahasa perasosiasian pikiran, dan (2) gaya bahasa penegasan, penekanan dan penguatan.
Gaya Berbicara
Pada dasarnya gaya bercerita juga berperan penting bagi pengarang untuk menulis cerita, di samping gaya bahasa yang dipergunakannya, karena pengertian gaya cerita atau gaya bahasa pada umumnya dapat dijelaskan sebagai salah satu metode pengarang dalam melukiskan cerita, sehingga cerita dapat menarik bagi pembaca.
Dalam penulisan cerita, biasanya setiap pengarang mempunyai gaya yang lain daripada yang lain. Pengarang biasa memperhatikan latar tepat atau waktu sebagai pembuka atau penutup cerita, akan tetapi ada pula yang menekankan pada tokoh atau penokohannya. Oleh karena cerita bermediakan bahasa, maka gaya bercerita erat kaitannya dengan bentuk cerita yang ditumpukan dalam bentuk frase, kata, kalimat bahkan paragraf, sehingga semuanya membentuk struktur wacana cerita (Ihsan, 1990:63).
f. Tema
Menurut Scharbach dalam Aminuddin (1987:91), tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Lebih lanjtu Brooks berpendapat seperti yang dikutip Aminudddin (1987:72), bahwa dalam mengapresiasi suatu cerita, apresiator harus memahami ilmu humanitas, karena tema sebenarnya merupakan pendalaman dan hasil kontemplasi pengarang yang berkaitan dengan masalah kemanusian serta masalah lain yang bersifat universal.
Tema sebagaimana pendapat Sudjiman (1988:51) merupakan sebuah gagasan yang mendasari karya sastra. Tema kadang-kadang di dukung oleh pelukisan latar, dalam karya yang lain tersirat dalam lakukan tokoh, atau dalam penokohan. Tema bahkan menjadi faktor yang mengikat peristiwa-peristiwa dalam satu alur.
Tema sebagaimana pendapat-pendapat di atas merupakan pemikiran pusat yang inklusif di dalam sebuah cerita (karya sastra). Kedudukannya menyebar pada keseluruhan unsur-unsur signifikan karya sastra. Tema tersebut ada yang dinyatakan dengan jelas, ada pula yang dinyatakan secara simbolik atau tersembunyi (Scharbach, 1963:273). Aminuddin (1987:92) merinci upaya pemahaman tema sebagai berikut:
– Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca
– Memahami penokohan atau perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Memahami plot atau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca.
– Menghubungkan pokok pikiran-pokok pikiran yang satu dengan yang lainnya yang disimpulkan dari satu-satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita.
– Menentukan sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkan.
– Mengidentifikasikan tujuan pengarang memaparkan ceritanya dengan bertolak dari satuan pokok pikiran serta sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya.
– Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua kalimat yang diharapkan merupakan ide dasar cerita yang dipaparkan.
Selain upaya pemahaman tema seperti di atas, untuk memahami tema, seorang pembaca atau paresiator perlu juga memahami latar belakang kehidupan yang diungkapkan pengarang lewat prosa fiksi yang merupakan usaha pengarang dalam memahami keseluruhan masalah kehidupan yang berhubungan dengan keberadaan seorang individu maupun dalam hubungan antara individu dengan kelompok masyarakatnya.
D. Unsur Ekstrinsik Cerpen atau novel
Unsur ekstrinsik merupakan unsur dari luar yang turut mempengaruhi terciptanya karya sastra. Unsur ekstrinsik meliputi biografi pengarang, keadaan masyarakat saat karya itu dibuat, serta sejarah perkembangan karya sastra. Melalui sebuah karya novel kita kadang secara jelas dapat memperoleh sedikit gambaran tentang biografi pengarangnya. Melalui sebuah novel kita pun dapat memperoleh gambaran tentang budaya dan keadaan masyarakat tertentu saat karya itu dibuat.
Nilai-nilai dalam karya sastra dapat ditemukan melalui unsur ekstrinsik ini. Seringkali dari tema yang sama didapat nilai yang berbeda, tergantung pada unsur ekstrinsik yang menonjol. Misalnya, dua novel sama-sama bertemakan cinta, namun kedua novel menawarkan nilai yang berbeda karena ditulis oleh dua pengarang yang berbeda dalam memandang dan menyingkap cinta, latar belakang pengarang yang berbeda, situasi sosial yang berbeda,dan sebagainya.
Nilai-nilai yang terkandung
a. Nilai social masyarakat, sifat yang suka memperhatikan kepentingan umum (menolong, menderma, dan lain-lain).
b. Nilai budaya Nilai yang berkaitan dengan pikiran, akal budi, kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat suatu tempat yang menjadi kebiasaan dan sulit diubah.
c. Nilai ekonomi Nilai yang berkaitan dengan pemanfaatan dan asas-asas produksi, distribusi, pemakaian barang, dan kekayaan (keuangan, tenaga, waktu, industri, dan perdagangan).
d. Nilai filsafat, hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya.
e. Nilai politik, Nilai yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku.
f. Nilai moral (nilai etik) adalah nilai untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran; nilai yang berhubungan dengan akhlak; nilai yang berkaitan dengan benar dan salah yang dianut oleh golongan atau masyarakat.
g. Nilai keagamaan adalah konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat pada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadikan pedoman bagi tingkah laku warga masyarakat bersangkutan. pandangan pengarang itu diakui sebagai nilai-nilai kebenaran olehnya dan ingin disampaikan kepada pembaca melalui karya sastra.
Nilai moral dan nilai keagamaan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pandangan hidup yang berhubungan dengan moral itu bersumber dari nilai keagamaan. Seseorang bisa dikatakan orang bermoral, karena orang itu beragama. Moral lebih dekat hubungannya antara manusia dengan manusia, sedangkan agama hubungannya antara manusia dengan Tuhan.
E. Menulis Cerita Pendek Atau Novel
Pernahkah kamu menulis sebuah cerita pendek? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1997:186-187), cerita pendek adalah karya sastra yang berupa kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dminan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam satu situasi (pada suatu ketika).
Berdasarkan pengertian di atas, cerita pendek mengisahkan kehidupan sang tokoh yang berada dalam satu peristiwa atau satu kejadian. Tokoh yang dikisahkan dapat berupa tokoh imajinatif atau tokoh nyata yang dekat dengan kehidupan pengarangnya.
Perhatikan langkah-langkah menulis cerita pendek berikut ini!
1. Tentukanlah tokoh cerita yang akan dikisahkan!
Penentuan tokoh yang akan dipilih tentu tidak sulit karena selama hidupmu biasanya ada teman-teman teordekat yang biasa menjadi tempat mengadu, berdialog, tukar pikiran, minta saran, atau mendengarkan keluh kesah hidup dan cintanya.
Untuk itu, sebagai bahan penulisan cerita pendek ini, kamu tinggal pilih kisah siapakah yang akan diceritakan. Atau, mungkin kamu pernah mendengar kisah tragis kehidupan seorang tokoh terkenal. Atau mungkin pula tokohoperaih prestasi lah raga dunia. Yang terpenting, tokoh yang akan kamu ceritakan, peristiwa yang terjadi, tempat dan waktu kejadian, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya betul-betul kamu ketahui.
Berdasarkan fungsinya, tokoh cerita dapat dibedakan atas tokoh sentral dan tokoh bawahan (Sudjiman, 1992: 17). Tokoh yang memegangoperan pimpinan disebut tokoh utama atau prtagnis. Tokoh ini menjadi tokoh sentral dalam cerita. Kriteria tokoh utama bukan frekuensi kemunculannya, melainkan berdasarkan intensitas keterlibatannya dalam peristiwa yang membangun cerita.
Selain tokoh prtagnis, ada tokoh sentral yang termasuk tokoh utama yang disebut tokoh antagnis yaitu tokoh yang merupakan penentang atau lawan. Tokoh prtagnis mempunyai karakter baik dan terpuji, sedangkan tokoh antagnis mempunyai karakter yang jahat atau salah.
Yang dimaksud dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral karena kehadirannya hanya untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Untuk kepentingan penulisan cerita pendek yang kamu susun, tentukanlah tokoh-tokoh cerita tersebut termasuk karakter penokohannya.
2. Urutkan alur cerita berdasarkan urutan peristiwa sesuai dengan waktu dan tempat kejadian!
Tuliskan peristiwa yang akan dikisahkan. Urutkan peristiwa yang akan dikisahkan berdasarkan urutan waktu atau urutan kejadian. Setelah tergambar peristiwa yang akan dikisahkan, kamu dapat mengembangkan alur ceritanya dari awal hingga akhir kejadian (alur maju). Atau sebaliknya, kamu dapat mengawali cerita dari kejadian terakhir baru kamu uraikan kejadian-kejaian sebelumnya (alur mundur/flashback). Atau, kamu dapat menguraikan kejadiannya dengan cara gabungan dari setiap peristiwa karena peristiwa yang satu berkaitan erat dengan kejadian yang lainnya (alur gabung).
Setelah itu kamu tinggal menentukan, alur cerita mana yang akan kamu tentukan agar cerita ini lebih menarik. Faktor latar cerita memegangoperanan penting, tentu peristiwa yang dikisahkan sangat berkaitan dengan waktu dan tempat. Untuk itu, identifikasi setiap peristiwa yang dikisahkan dengan waktu dan tempat kejadiannya.
3. Kembangkanlah ide-ide cerita yang sudah kamu identifikasi tadi ke dalam bentuk cerpen dengan memerhatikan teknik penceritaan yang menarik!
Menurut Sudjiman (1992: 91-101), terdapat beberapa teknik penceritaan yaitu teknik pemandangan (panoramic/pictrial technique), teknik adegan (scenic technique), teknik montase, teknik kolase, dan teknik asosiasi.
Teknik pemandangan umumnya lebih jelas dan terinci memberitahukan waktu dan tempat cerita, serta membangun konteks tindakan dan kejadian yang dikisahkan.
contoh teknik pemandangan
Mereka berhenti di depan meja-meja penuh makanan. Ekspresi Chelsea berubah serius. Tatapannya melembut, srt matanya hangat dan penuh simpati. Itulah yang disukai Jake pada diri Chelsea. Cewek itu baik hati. Ia bukannya cuma ingin menunjukkan padamu seberapa hebatnya dia dibandingkan dirimu.
Teknik adegan umumnya menyajikan cerita dengan menyajikan adegan atau peristiwa dengan latar fisik yang jelas. Pembaca akan merasakan bahwa dia terlibat dalam cerita dan peristiwa yang dikisahkan.
contoh teknik adegan
”Aku tahu” Rita balas berbisik. tapi kita kan sudah di sini, jadi sekalian saja kita Lihat-lihat. Diguncangkannya senternya, berharap sinarnya bisa lebih terang. Rambut Rita yang hitam jatuh di matanya. Ia menyibakkannya dan bergerak lebih dekat kepada Roni.
Teknik montase yakni teknik penceritaan dengan cara memotong-motong cerita sehingga akan menghasilkan cerita yang terputus-putus. Pembaca, kadang-kadang merasa pusing atas kekacauan cerita yang tidak logis dan sistematis yang memang disengaja oleh penceritanya.
Contoh Teknik Montase
Emry tak pemah bicara dengan suara pelan ia cuma bisa bicara dengan suara keras, selah-lah berada di panggung opera. Dengan rambut hitam berantakannya yang tak pernah tersentuh oleh sisir, dan suaranya yang dalam dan menggelegar, ke mana pun emry pergi, ia selalu menarik perhatian. Berpikirnya cepat. Bicaranya cepat. Ia tak pemah berjalan, ia selalu berlari. Ia selalu tampak terburu-buru, ia selalu melakukan enam hal sekaligus, memberi instruksi pada selusin orang, bicara cepat dan pada saat yang sama membuat catatan kecil ”kayaknya sih nggak ada, orang jake”. Diangkatnya setengah potong sandwich ayam dan dijatuhkannya ke piring kertasnya. Ia berpikir keras. ”Yah…Aku bisa nntn gratis. Itu lumayan asyik” ia mengakui. ”Tapi hampir semua anak di sekolah kita juga, bisa nonton gratis,”
jake menambahkan. “adi kurasa itu nggak ada artinya.”
Teknik kolase adalah teknik penyajian cerita yang sarat dengan kutipan dari karya sastra yang lain. Kadang-kadang cerita terpotong-potong dan tidak berhubungan karena adanya penempelan kutipan karya lain. Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan atau berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik kolase
Jake tahu ada yang tidak beres begitu ia dan ayahnya memasuki kelas. Tubuh emry langsung kaku. Ia menurunkan pandangannya. Matanya menyapu ruangan yang terang benderang itu. Suara desisan yang mendirikan bulu kuduk muncul dari bagian depan kelas. ”Sheila?” Seru Emry seraya menghentikan langkah di depan pintu. ”di mana para kru?” Jake berjalan pelan ke sisi Emry dan memandang isi ruangan. Ia tidak melihat Sheila. Ia tidak melihat satu pun kru di sana.
Teknik asosiasi adalah teknik penceritaan dengan cara mengasosiasikan dengan hal lain yang bertautan/berhubungan. Asosiasi dapat terbentuk dalam diri tokoh, pembaca, atau pencerita.
contoh teknik asosiasi
Apa tidak mungkin ia berubah menjadi ular besar pada suatu waktu? Dan jika terjadi demikian, pastilah pahlawan itu menggantung diri. Sebab ia malu. Apa tidak mungkinoperawan itu telah menggantung diri? Telah habis plisi mencari keteorangan. Tapi jawab tetangga selalu tidak tahu.
Berdasarakan teknik penceritaan yang telah diuraikan di atas, kamu dapat memilih teknik mana yang akan dipilih untuk mengembangkan ide cerita pendek yang akan ditulis. Kamu dapat menggunakan ragam bahasa yang menarik sesuai dengan tema cerita yang disampaikan.
F. Menyadur cerpen atau novel menjadi drama
Menyadur adalah menyusun kembali cerita secara bebas tanpa merusak garis besar cerita (KBBI, 2001: 976). Cerpen terdiri atas paragraf-paragraf, sedangkan drama terdiri atas adegan-adegan dan dialog.
Langkah-langkah menyadur drama adalah
1. Membaca cerpen tersebut dengan teliti
2. Mengenali unsur-unsur cerpen, kemudian mencatat unsur-unsur tersebut.
3. Menyempurnakan catatan dari awal sampai akhir.
Menyadur cerpen dapat dilakukan juga dengan cara memperluas unsur intrinsik dan unsur-unsur lain yang mendukung cerpen misalnya:
1. menambah tokoh
2. mengembangkan penokohan
3. menghidupkan konflik
4. menghadirkan latar yang mendukung
5. memunculkan penampilan (performance)
Sebelum Anda menyadur cerpen menjadi drama pahamilah bagian-bagian drama berikut ini:
1. pengenalan
2. pemunculan peristiwa atau masalah
3. situasi menjadi rumit atau masalah menjadi kompleks
4. masalah/persoalan mencapai klimaks/titik kritis
5. situasi surut dan penyelesaiannya
G. Definisi Hikayat
Dick Hartoko dan B. Rahmanto (1985:59) mengatakan bahwa hikayat adalah jenis prosa, cerita Melayu Lama yang mengisahkan kebesaran dan kepahlawanan orang orang suci di sekitar istana dengan segala kesaktian, keanehan, dan mirip cerita sejarah atau membentuk riwayat hidup.
Contoh:
- Hikayat Indera Bangsawan;
- Hikayat Iskandar Zulkarnaen;
- Hikayat Bayan Budiman
Hikayat merupakan bentuk cerita yang berasal dari Arab. Mulai dikenal di Indonesia sejak masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Hikayat itu hampir mirip dengan dongeng, penuh dengan daya fantasi. Biasanya berisi cerita kehidupan seputar istana. Kisah cerita anak-anak raja, pertempuran antarnegara, seorang pahlawan yang memiliki senjata sakti, dan sebagainya. Hikayat sering kali disebut sebagai dongeng istana. Tokoh dalam hikayat sudah dapat dipastikan raja, permaisuri, putra dan putri raja, juga para kerabat raja. Cerita terjadi di negeri Antah Berantah, dan selalu berakhir dengan kemenangan tokoh yang selalu berpihak pada hal yang benar.
Hikayat adalah karya sastra lama Melayu yang berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan atau sekadar untuk meramaikan pesta. Misalnya: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Seribu Satu Malam
1. Ciri-ciri hikayat
a Sebagian besar berupa sastra lisan (disampaikan dari mulut kemulut);
b Anonim (tidak dikenal nama pengarangnya);
c Komunal (hasil sastra yang ada dianggap milik bersama);
d Statis (tidak mengalami perubahan atau perkembangan);
e Tidak berangka tahun (tidak diketahui secara pasti kapan karya tersebut dibuat); dan
f Istana sentris/kraton sentries kehidupan raja-raja dan kaum kerabatnya).
2. Ciri khas sebuah hikayat:
a Menimba bahannya dari kehidupan raja-raja dan dewa-dewi,
b Isinya dongeng yang serba indah yang membawa pikiran sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur
c Pembaca ke alam khayal, dan lara, pembangkit semangat juang,
d Melukiskan peperangan yang hebat, dahsyat, tempat para raja/dewa mempertunjukkan kesaktiannya untuk merebut kerajaan atau seorang puteri.
e Dalam hikayat biasanya tak ketinggalan dilukiskan peperangan yang menunjukkan bentuk kesaktiannya rajaan atau seorang putri.
H. Perbedaan Hikayat dengan Novel
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Istilah novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti kabar atau berita. Adapun ciri khas sebuah novel di antaranya: di dalam sebuah novel terdapat konflik yang mengakibatkan perubahan nasib pada pelakunya menceritakan satu segi kehidupan pelaku jalan ceritanya singkat; hanya mengenai hal-hal yang pokok/garis besarnya
Hikayat dan novel keduanya merupakan bentuk karya sastra yang berupa prosa. Bedanya, hikayat merupakan bagian dari prosa lama sedangkan novel bagian dari prosa baru.
Dalam perkembangannya, kini kita lebih mengenal bentuk novel daripada hikayat. Hikayat merupakan peninggalan sastra Melayu. sementara novel bagian dari perkembangan hasil karya sastra Indonesia. Kini kita banyak mengenal hasil karya novel populer maupun novel yang tergolong karya sastra. Bahkan novel terjemahan dari berbagai negara pun banyak diterbitkan di Indonesia.

puisi / materi kelas XII



A. Definisi Puisi
Puisi merupakan bentuk karya sastra yang terikat oleh rima, ritme, ataupun jumlah baris dalam bait, serta ditandai oleh bahasa yang padat
B. Unsur intrinsik puisi
Unsur intrinsik puisi meliputi unsur isi dan unsur bentuk
Unsur isi puisi
1. Tema : pokok pikiran puisi
2. Amanat : pesan yang ingin disampaikan oleh penulis
3. Nada : sikap penyair terhadap pembaca dalam puisi
4. Perasaan : perasaan penyair dalam puisi
Unsur bentuk puisi
1. Larik : kalimat yang ada dalam puisi
2. Bait : kumpulan larik atau baris
3. Pertautan antar bait : hunbungan antar bait
4. Rima : persamaan bunyi
5. Diksi : pilihan kata
Berdasarkan zamannya, puisi bisa dibedakan menjadi puisi lama, puisi baru, dan puisi kontemporer. Hampir semua puisi lama dibuat dengan sangat terikat pada aturan-aturan yang meliputi: 1) jumlah kata dalam 1 baris, 2) jumlah baris dalam 1 bait, 3) persajakan (rima), 4) banyak suku kata tiap baris, dan 5) irama (ritma).
C. Puisi Lama
1. Mantra
Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.
Contoh:
Assalammu’alaikum putri satulung besar
Yang beralun berilir simayang
Mari kecil, kemari
Aku menyanggul rambutmu
Aku membawa sadap gading
Akan membasuh mukamu
2. Bidal
Bidal adalah bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya, hingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meresapi arti serta maksud dalam hatinya sendiri, biasanya berisi nasihat, sindiran, peringatan, dan sebagainya. Menurut penggunaannya bidal bisa diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
a Pepatah, adalah kiasan tepat yang berupa kalimat sempurna dan pendek, pada mulanya dimaksudkan untuk mematahkan pembicaraan orang lain. Contoh:
– Buruk muka cermin dibelah.
– Anjing menyalak takkan menggigit.
– Besar bungkus tak berisi.
b Perumpamaan, adalah majas yang berupa perbandingan dua hal yang pada hakikat berbeda, tetapi sengaja dianggap sama (secara eksplisit dinyatakan dengan kata-kata pembanding umpama, bak, bagai, seperti, ibarat, dsb). Contoh:
– Soraknya seperti gunung runtuh.
– Wajahnya laksana bulan kesiangan.
– Seperti mendapat durian runtuh.
c Ibarat, adalah perbandingan dengnan seterang-terangnya dengan keadaan alam sekitarnya, yang mengandung sifat puisi di dalamnya. Contoh:
– Hendaklah seperti tembikar, pecah satu pecah semua.
– Ibarat bunga, segar dipakai layu dibuang.
– Bagai anak ayam kehilangan induk, selalu saja dalam kebingungan.
d Amsal, adalah kalimat pendek untuk mengajarkan suatu kebenaran. Contoh:
– Biar badan penat, asal hati suka.
– Boleh dipelajari, jangan diikuti (untuk sesuatu yang jelek).
e Tamsil, adalah kiasan pendek yang bersajak dan berirama, seperti pantun kilat atau karmina. Contoh:
– Ada ubi ada talas, ada budi ada balas.
– Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi.
– Dekat kabut mata tertutup, dekat maut maaf tertutup.
f Pemeo, adalah kata-kata atau kalimat-kalimat singkat baik yang mengandung ejekan atau semangat, yang ditiru dari ucapan seseorang, dan kemudian sering diucapkan atau dipakai dalam masyarakat. Contoh:
– Sekali merdeka, tetap merdeka!
– Maju terus, pantang mundur!
– Rawe-rawe rantas, malang-malang putung!
3. Pantun. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
Ciri – ciri Pantun :
a Setiap bait terdiri 4 baris
b Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
c Baris 3 dan 4 merupakan isi
d Bersajak a – b – a – b
e Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
f Berasal dari Melayu (Indonesia)
Contoh :
Ada pepaya ada mentimun (a)
Ada mangga ada salak (b)
Daripada duduk melamun (a)
Mari kita membaca sajak (b)
a. Macam-macam Pantun dilihat dari Bentuknya
Ø Pantun Biasa, pantun biasa sering juga disebut pantun saja.
Contoh :
Kalau ada jarum patah
Jangan dimasukkan ke dalam peti
Kalau ada kataku yang salah
Jangan dimasukan ke dalam hati
Ø Seloka (Pantun Berkait), Seloka adalah pantun berkait yang tidak cukup dengan satu bait saja sebab pantun berkait merupakan jalinan atas beberapa bait.
Ciri-ciri Seloka:
– Baris kedua dan keempat pada bait pertama dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait kedua.
– Baris kedua dan keempat pada bait kedua dipakai sebagai baris pertama dan ketiga bait ketiga dan seterusnya
Contoh Seloka:
Lurus jalan ke Payakumbuh,
Kayu jati bertimbal jalan
Di mana hati tak kan rusuh,
Ibu mati bapak berjalan
Kayu jati bertimbal jalan,
Turun angin patahlah dahan
Ibu mati bapak berjalan,
Ke mana untung diserahkan
Ø Talibun, Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya. Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi. Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi. Jadi apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c. Dan bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d
Contoh Talibun:
Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
Ø Pantun kilat ( karmina ) Pantun ini disebut juga pantun dua seuntai. Pantun kilat atau karmina atau pantun dua seuntai adalah pantun yang hanya terdiri atas dua larik, yaitu larik pertama sebagai sampiran dan larik kedua isinya. Sebenarnya berasal dari empat larik, yang tiap larik bersuku kata empat atau lima, lalu kedua larik itu diucapkan seolah-olah sebuah kalimat.
Ciri-ciri Karmina :
– Setiap bait terdiri dari 2 baris
– baris pertama merupakan sampiran
– Baris kedua merupakan isi
– Bersajak a – a
– Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
Contoh :
Pisang kepok
pisang berbiji,
Anak mondok,
diambil istri.
Lalu dijadikan:
Pisang kepok, pisang berbiji
Anak mondok, diambil istri
b. Macam-macam Pantun Dilihat dari Isinya
Ø Pantun anak-anak
Contoh :
Elok rupanya si kumbang jati
Dibawa itik pulang petang
Tidak terkata besar hati
Melihat ibu sudah datang
Ø Pantun orang muda
Contoh :
Tanam melati di rama-rama
Ubur-ubur sampingan dua
Sehidup semati kita bersama
Satu kubur kelak berdua
Ø Pantun Orang Tua
Contoh :
Asam kandis asam gelugur
Kedua asam riang-riang
Menangis mayat di pintu kubur
Teringat badan tidak sembahyang
Ø Pantun Jenaka
Contoh :
Elok rupanya pohon belimbing
Tumbuh dekat pohon mangga
Elok rupanya berbini sumbing
Biar marah tertawa juga
Ø Pantun Teka-Teki
Contoh :
Kalau puan, puan cemara
Ambil gelas di dalam peti
Kalau tuan bijak laksana
Binatang apa tanduk di kaki
Jalan-jalan ke Pasar Batu
Jika buntu jalan ke desa
Jika tuan cerdik waskita
bunga apa tak pernah layu
4. Gurindam. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)
Ciri-ciri Gurindam:
a Tiap bait terdiri daari dua baris/larik
b Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.
c Hubungan baris pertama dan kedua membentuk hubungan sebab akibat
d Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.
Contoh :
Kurang pikir kurang siasat (a)
Tentu dirimu akan tersesat (a)
Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )
Bagai rumah tiada bertiang ( b )
Jika suami tiada berhati lurus ( c )
Istri pun kelak menjadi kurus ( c )
5. Syair, Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.
Ciri – ciri Syair :
a Setiap bait terdiri dari 4 baris
b Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata
c Bersajak a – a – a – a
d Isi semua tidak ada sampiran
e Berasal dari Arab
Contoh :
Pada zaman dahulu kala (a)
Tersebutlah sebuah cerita (a)
Sebuah negeri yang aman sentosa (a)
Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)
Negeri bernama Pasir Luhur (a)
Tanahnya luas lagi subur (a)
Rakyat teratur hidupnya makmur (a)
Rukun raharja tiada terukur (a)
Raja bernama Darmalaksana (a)
Tampan rupawan elok parasnya (a)
Adil dan jujur penuh wibawa (a)
Gagah perkasa tiada tandingnya (a)
6. Kit’ah Adalah puisi arab yang berisi nasihat – nasihat
7. Gazal Adalah puisi arab yang berisi cinta kasih
8. Nazam Puisi arab yang berisi cerita hamba sahaya, raja, sultan, pangeran atau bangsawan istana
9. Ruba’i adalah puisi arab yang berkaitan dengan nasihat
10. Masnawi adalah puisi arab yang berisi puji-pujian tentang tingkah laku seseorang yang mulia
D. Puisi Baru adalah puisi yang sudah mulai meninggalkan aturan-aturan penulisan seperti pada puisi lama. Hanya saja dalam puisi baru masih memperhatikan jumlah baris dalam tiap baitnya
1. Jenis puisi baru berdasarkan bait, irama, rima
Puisi baru Indonesia lahir tahun dua puluhan oleh para pujangga Angkatan pra-Pujangga Baru, antara lain, Muhammad Yamin dan Rustam Effendi. Puisi baru bebas rima dan irama, tetapi jumlah larik tiap bait masih diperhatikan. Puisi ini hanya terikat oleh jumlah larik tiap bait.
Jenis puisi baru Indonesia, antara lain:
a Distikon, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas dua baris (puisi dua seuntai). Contoh:
Hang Tuah
Bayu berpuput alam bergulung
Bayu berebut buih dibubung
Selat Malaka ombaknya memecah
Pukul memukul belah membelah
Bahtera ditepuk butiran dilanda
Penjajab dihantuk halauan ditunda
Oleh Amir Hamzah
b Tersina, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tiga baris (puisi tiga seuntai). Contoh:
Cinta
Dalam ribuan pagi bahagia datang
Tersenyum bagai kencana
Bersinar bagai cendana
Dalam bahagia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mengwarna bagai sari
Oleh Sanusi Pane
c Kuatren adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas empat baris (puisi empat seuntai).
Contoh:
Sebab Dikau
Kasih kuhidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku
….
Oleh Amir Hamzah
d Kuint, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas lima baris (puisi lima seuntai).
Contoh:
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakan
Kepada tuan
Yang pernah merasakan
(Or Mandank)
e Sektet, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas enam baris (puisi enam seuntai). Contoh:
Di kelam hitam mengepung
Menjerit peluit kereta malam
Merintih ke langit
Derita hidup mengepung
Menjerit bangsaku sedang berjuang
Merintih ke langit
(Nursyamsu)
f Septime, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas tujuh baris (tujuh seuntai).
Contoh:
Duduk di pantai tanah yang permai
Tempat gelombang pecah berderai
Berbuih putih di pasir terderai
Tampaklah pulaudi lautan hijau
Gunung-gemunung bagus rupanya
Dilimpahi air mulia tampaknya
Tumpah darahku Indonesia namanya.
(Muh. Yamin)
g Stanza / Oktava, adalah puisi yang tiap baitnya terdiri atas delapan baris (double kutrain atau puisi delapan seuntai).
Contoh:
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Bertambah lama, lupa sendiri
Bertambah halus, akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupaan teduh tenang.
(Sanusi Pane)
h Soneta, adalah puisi yang terdiri atas empat belas baris yang terbagi menjadi dua, dua bait pertama masing-masing empat baris dan dua bait kedua masing-masing tiga baris. Soneta berasal dari kata sonneto (Itali) perubahan dari kata sono yang berarti suara. Jadi dapat dikatakan bahwa soneta adalah puisi yang bersuara. Di Indonesia soneta masuk dari negeri Belanda diperkenalkan oleh Muh. Yamin dan Roestam Effendi, karena itulah mereka berdualah yang dianggap sebagai ”Pelopor/Bapak Soneta Indonesia”. Bentuk soneta Indonesia tidak lagi tunduk pada syarat-syarat soneta Italia atau Inggris, tetapi lebih mempunyai kebebasan dalam segi isi maupun rimanya. Yang menjadi pegangan adalah jumlah barisnya (empat belas baris).
Soneta (dari Itali), syarat-syaratnya sebagai berikut.
– Terdiri 14 baris, terbagi atas dua kuatren (oktaf) dan dua tersina (sekstet).
– Oktaf (8 baris I) melukiskan alam (sampiran), sekstet (6 baris ke II) kesimpulan dari apa yang dikiaskan pada oktaf.
– Peralihan dari oktaf ke sekstet disebut volta.
– Rima akhirnya: a b b a (kuatren I); a b b a (kuatren II); a d c (tersina I); d c d (tersina II)
Soneta Inggris (soneta Shakespeare) syarat-syaratnya sebagai berikut.
– terdiri atas tiga kuatren dan satu distikon.
– Inti sarinya terkandung dalam distikon yang disebut cauda/koda (ekor).
Rumus akhirnya:a b a b / c d c d / e f e f / g g.
Contoh:
Gita Gembala
Lemah gemulai lembut derana
Bertiuplah angin sepantun rebut
Menuju gunung arah ke sana
Membawa awan bercampur kabut
Dahan bergoyang sambut menyambut
Menjatuhkan embun jernih warnanya
Menimpa bumi beruap dan lembut
Sebagai benda tiada berguna
Jauh di sana diliputi awan
Terdengar olehku bunyi nan rawan
Seperti permata di dada perawan
Alangkah berahi rasanya jantung
Mendengarkan bunyi suara kelintung
Melagukan gembala membawa untung
(Muh. Yamin)
i Sanjak Bebas, adalah suatu bentuk sanjak yang tidak dapat diberi nama dengan nama-nama yang sudah tertentu baik dalam puisi lama maupun puisi baru. Yang dipentingkan dalam jenis ini adalah kandungan isi bukan bentuk. Kandungan isi dimaksudkan sebagai ekspresi bebas dari jiwanya, dari pengungkapan rasa pribadinya. kalau perlu bahasa pun dapat tunduk kepada isinya. Sanjak-sanjak ini merupakan salah ciri angkatan 45, sebuah salah satu perwujudan dari gelora jiwanya.
Contoh:
Aku
Kalau sampai waktuku
’Ku mau tak seorang ’kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi
Sanjak karya Chairil Anwar di atas menggambarkan pemberontakan jiwanya, semangat hidupnya yang menuntut kebebasan.
2. Jenis Puisi baru berdasarkan isinya dibagi sebagai berikut:
a Balada. Balada adalah puisi yang berisi kisah cerita.
b Romance.Romance ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih sayang terhadap kekasihnya.
c Elegi. Elegi ialah sajak atau puisi bersedih-sedih, suara sukma yang meratap-ratap, batin yang merintih.
d Ode. Ode ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap seseorang yang besar jasanya dalam masyarakat, seseorang yang dianggap pahlawan bangsa karena darma baktinya kepada nusa dan bangsa.
e Himne. Himne ialah sajak pujian kepada Tuhan atau sajak keagamaan.
f Epigram. Epigram ialah sajak yang berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
g Satire. Satire ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atau kepincangan-kepincangan yang terlihat dalam masyarakat
E. Puisi Kontemporer
Puisi Kontemporer adalah puisi yang sudah tidak menggunakan kaidah penulisan puisi pada umumnya, puisi kontemporer sudah jauh lebih bebas dari segala aturan seperti yang ada pada puisi lama dan bahkan puisi baru. Puisi kontemporer biasanya mengutamakan isi daripada bentuknya. Misalnya, rima, irama dan yang lainnya, tidak lagi terlalu diperhatikan dalam penyusunan puisi kontemporer.
Puisi kontemporer adalah bentuk puisi kekinian. Puisi tidak lagi dipandang sebagai karya sastra yang terikat oleh bentuk dan rima, tetapi sebuah puisi diciptakan untuk menyampaikan gagasan. Chairil Anwar dipandang sebagai pelopor revolusi bentuk puisi. Baginya bentuk puisi itu tidak penting. Yang penting adalah ujud pengucapan bantin.
Sebenarnya puisi-puisi Chairil Anwar pun sudah dapat dikatakan sebagai puisi kontemporer karena bentuk fisik puisinya menjadi contoh penyair-penyair berikutnya, bahkan sampai sekarang. Namun, istilah kontemporer sendiri mulai poluper pada era 70-an. Sutardji Calzoum Bahcri sebagai pelopornya.
Sutarji Calzoum Bachri menulis puisi menempatkan bentuk fisik puisi dalam kedudukan yang terpenting. Pengulangan kata dan bunyi adalah kekuatan puisinya. Sutardji ingin mengembalikan puisi pada pada hakikatnya, yaitu sebagai doa. Bentuk doa selalu ada persamaan ritma layaknya sebuah mantra.
Puisi Kontemporer lebih mengutamakan unsur fisiknya karena lebih mementingkan tipografi dengan gambar atau bentuk grafisnya (Waluy, 1995: 5-22). Sutardji Calzum Bachri dianggap sebagai pembaharu dunia puisi Indonesia dan termasuk pelopor puisi Kontemporer. Sutardji mementingkan bentuk fisik (bunyi). Ulangan kata, frasa,dan bunyi menjadi kekuatan puisinya.
Meskipun puisi kontemporer telah bebas dari segala aturan seperti yang mengikat pada puisi lama dan bahkan puisi baru, tetapi ia tetap berbentuk puisi yang memiliki perbedaan dengan karya sastra yang lain. Karya sastra puisi tetap menggunakan bahasa yang singkat dan padat. Pemilihan kata atau diksi dalam puisi juga harus sangat selektif dan ketat. Kehadiran kata-kata dan ungkapan dalam puisi harus diperhitungkan dari berbagai segi, seperti makna, kekuatan citraan, dan jangkauan simboliknya.
Puisi kontemporer bisa dibedakan menjadi beberapa ragam sebagai berikut:
1. Puisi Tanpa Kata, yaitu puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai alat ekspresinya. Sebagai gantinya di gunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbol-simbol lain.
2. Puisi Mini Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah yang sangat sedikit, dilengkapi dengan symbol lain yang berupa huruf, garis, titik, atau tanda baca lain.
3. Puisi Multi Lingual, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat dari berbagai bahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
4. Puisi Tipografi, yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan wujud fisik puisi dipandangg sebagai salahh satu unsure puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
5. Puisi Supra Kata, yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata konvensional yang dijungkir-balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum pernah ada dalam kosakata bahasa Indonesia. Puisi macam ini lebih mementingkan aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana magis (cenderung sebagai puisi mantra).
6. Puisi Idiom Baru. Puisi ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan diungkapkan dengan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
7. Puisi Mbeling. Puisi ini pada umumnya mengandung unsur humor, bercorak kelakar. Dalam puisi ini sering terdapat unsure kritik, terutama kritik sosial. Puisi mbeling tidak meng’haram’kan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai hak yang sama dalam penulisan puisi ini.
Contoh puisi kontemporer:
Amuk
Ngiau! Kucing dalam darah dia menderas
Lewat dia mengalir ngilu ngiau dia ber
Gegas lewat dalam aortaku dalam rimba
Darahku dia besar dia bukan harimau bu
Kan singa bukan hiena bukan leopar dia
Macam kucing bukan kucing tapi kucing
Ngiau dia lapar dia menambah rimba af
Rikaku dengan cakarnya dengan amuknya
Dia meraung dia mengerang dangan beri
Daging dia tak mau daging jesus dangan
Beri roti dia tak mau ngiau.
contoh di atas adalah bentuk puisi kontemporer yang sampai sekarang banyak ditiru oleh penyair-penyair muda yang berbakat. Jika puisi lama lebih lebih menunjukan kesimbangan peranan bentuk fisik yang ditonjolkan pada rima, dengan bentuk batin, puisi baru lebih menonjolkan bentuk batin dan gagasan, sedangkan puisi kontemporer lebih menonjolkan struktur fisik dalam menyampaikan gagasan.
F. Menganalisis Puisi
1. Menyebutkan tema puisi
Tema puisi adalah dasar, jiwa, atau isu utama yang menjadi pijakan terciptanya puisi. Tema puisi merupakan salah satu unsur intrinsik puisi. Unsur intrinsik puisi adalah unsur-unsur yang ada dalam puisi, baik tersurat maupun tersirat. Unsur-unsur tersebut, antara lain,tema, diksi, rima, makna, dan amanat. Untuk memahami tema puisi, Anda harus memahami unsur-unsur intrinsik puisi tersebut. Cobalah pahami puisi berikut!
Bungaku Bersemi
Karya: Ach. Makmun Baqir
Bungaku kini bersemi
setelah sewindu terkurung
di lembah sunyi.
Dedaunan yang berguguran
reranting yang dahulu kering
kini telah biru kembali
membentuk singgasana
di tengah pusaran angin.
Tiada sia-sia kiranya
kusirami taman
di kala kemarau murka.
Bungaku kembali bersemi
hatiku kini bersemi.
2. Menjelaskan makna puisi
Makna puisi adalah arti atau maksud atau isi yang terkandung dalam puisi yang dapat ditangkap oleh pembaca sesuai tingkat pengalaman dan pengetahuannya. Oleh karena itu, makna puisi akan berbeda-beda manakala penafsirnya tidak sama. Bahkan, bukan tidak mungkin akan bertolak belakang. Dalam penafsiran, pasti akan ada unsur subjektivitas. Kedewasaan, kemantapan pengalaman, dan pengetahuan penafsir akan menentukan mutu rumusan makna puisi. Dengan demikian, hanya penyairnya yang tahu makna persis puisi tersebut.
Beberapa hal yang berkaitan dengan apresiasi puisi adalah pemahaman terhadap unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik puisi meliputi tema, diksi, bait/larik, rima, makna, amanat. Adapun unsur ekstrinsiknya adalah latar belakang penulis, keadaan masyarakat pada saat puisi tersebut digubah, sosial, politik, adat, dan sebagainya. Untuk lebih meningkatkan daya apresiasi Anda terhadap puisi, cobalah pahami makna puisi berjudul ”Bungaku Bersemi”
G. Membaca pusi
Membaca puisi merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk mengapresiasi atau menghargai, menghayati, dan menikmatinya. Dalam pembacaan puisi perlu diperhatikan lafal, tekanan/stres, intonasi, volume suara, dan penampilan/performa yang mencakup gaya dan sikap (untuk pembacaan yang disaksikan langsung atau di atas panggung).
a Lafal adalah cara seseorang mengucapkan atau menuturkan bunyi bahasa. Jika lafal seseorang baik, aka bunyi bahasa yang diucapkannya akan mudah dan jelas ditangkap oleh pendengar.
b Tekanan/stres/aksen adalah keras lembutnya pengucapan kata, kalimat, atau baris dalam puisi. Maksud adanya aksentuasi adalah untuk menegaskan bagian-bagian yang dirasa lebih penting daripada bagian lain.
c Intonasi atau lagu kalimat adalah ketepatan tinggi rendah nada dalam pembacaan puisi sehingga suara pembaca tidak monoton tetapi berirama. Intonasi sebenarnya merupakan gabungan dari berbagai unsur, di antaranya nada, tempo, irama/ritme, tekanan, dan volume suara.


materi kels XII ( Drama )


DRAMA
A. Definisi Drama
Kata drama berasal dari kata dramoi (Yunani), yang berarti ‘menirukan’. Aristoteles menjelaskan bahwa drama adalah tiruan manusia dalam gerak-gerik. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa drama adalah: 1) komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku atau dialog yang dipentaskan; 2) cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukkan teater; 3) kejadian yang menyedihkan. (Makna yang terakhir merupakan makna lain yang ditemukan dalam cakapan.)
Dari pengertian di atas dapatlah dinyatakan bahwa drama ialah suatu cerita/karangan yang dipertunjukkan dengan perbuatan atau percakapan di atas pentas/panggung.
Drama disebut juga sandiwara. Kata ini berasal dari bahasa Jawa, yaitu sandi (tersembunyi) dan warah (ajaran). Jadi, sandiwara berarti ajaran yang tersembunyi dalam tingkah laku dan percakapan. Namun, istilah ini tampaknya jarang dipakai lagi, mungkin disebabkan oleh kata sandiwara mempunyai konotasi berpura-pura atau mengada-ada.
Drama dapat dipertunjukkan dalam berbagai bentuk, seperti pementasan teater, sandiwara, lenong, film, sinetron, dan sebagainya. Semua bentuk drama itu tercipta dari dialog-dialog yang diperankan mengidentifikasi peristiwa, pelaku, dan perwatakan oleh pemain-pemain dengan didukung latar yang sesuai. Drama dapat memukau penonton jika pemain berhasil memerankan tokoh drama dengan karakter yang sesuai.
Drama sebagai salah satu bentuk tontonan sering kita sebut dengan istilah teater, lakon, sandiwara, atau tonil. Menurut perkembangannya, bentuk drama di Indonesia mulai pesat pada masa pendudukan Jepang. Hal itu terjadi karena pada masa itu drama menjadi sarana hiburan bagi masyarakat sebab pada masa itu film dilarang karena dianggap berbau Belanda.
Drama memiliki bentuk yang bermacam-macam, yaitu:
1. drama abssurd ialah drama yang mengabaika konvensi pengaluran, penkohan dan penampilan tema. Drama yang banyak mengungkapkan masalah kehidupan manusia modern dari pandangan filsafat eksistensialisme.
2. Tragedi ialah drama duka yang menampilkan pelakunya terlibat dalam pertikaian serius yang menimpanya sehingga menimbulkan takut, ngeri, menyedihkan sehingga menimbulkan tumpuan rasa kasihan penonton.
3. Melodrama ialah lakon yang sangat sentimental dengan pementasan yang mendebarkan dan mengharukan
4. Komedi ialah lakon ringan untuk menghibur namun berisikan sindiran halus. Para pelaku berusaha menciptakan situasi yang menggelikan.
5. Force ialah pertunjukan jenaka yang mengutamakan kelucuan. Namun di dalamnya tidak terdapat unsur sindiran. Para pelakunya berusaha berbuat kejenakaan tentang diri mereka masing-masing.
6. Satire, kelucuan dalam hidup yang ditanggapi dengan kesungguhan biasanya digunakan untuk melakukan kecaman/kritik terselubung.
B. Unsur-unsur pembangun drama
Unsur dalam drama tidak jauh berbeda dengan unsur dalam cerpen, novel, maupun roman. Dialog menjadi ciri formal drama yang membedakannya dengan bentuk prosa yang lain. Selain dialog, terdapat plot/alur, karakter/tokoh, dan latar/setting, diksi (pilihan kata, kebahasaan), tema, perlengkapan. Apabila drama sebagai naskah itu dipentaskan, maka harus dilengkapi dengan unsur: gerak, tata busana, tata rias, tata panggung, tata bunyi, dan tata sinar.
1. Alur. Cerita dalam drama merupakan rangkaian peristiwa yang dijalin sedemikian rupa sehingga dapat mengungkapkan gagasan pengarang. Rangkaian peristiwa ini diatur sebagai alur. Ada alur maju, alur balik, dan alur campuran.
2. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita
3. Penokohan (karakter/watak). Watak (Character) adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh, kualitas nalar dan jiwanya yang membedakannya dari tokoh lain. Pelaku-pelaku dalam drama yang mengungkapkan watak tertentu. Ada pelaku protagonis yang menampilkan nilai kebaikan yang mau diperjuangkan; pelaku antagonis, yang menampilkan watak yang bertentangan dengan nilai kebaikan; dan pelaku tritagonis, yang mendukung pelaku protagonis untuk memperjuangkan nilai kebaikan.
4. Dialog adalah (1) percakapan di dalam karya sastra antara dua tokoh atau lebih; (2) karangan yang menggambarkan percakapan di antara dua tokoh atau lebih. Di dalam dialog tercermin pertukaran pikiran atau pendapat; dipakai di dalam drama, novel, cerita pendek, dan puisi naratif untuk mengungkapkan watak tokoh dan melancarkan lakuan. Dialog dalam drama berfungsi untuk: Dialog dalam drama memiliki fungsi sebagai berikut.
– mengemukakan persoalan secara langsung;
– menjelaskan tentang tokoh atau perannya;
– menggerakkan plot maju;
– membuka fakta
– Melukiskan watak tokoh-tokoh dalam cerita
– Mengembangkan plot dan menjelaskan isi cerita kepada pembaca atau penonton.
– Memberikan isyarat peristiwa yang mendahuluinya.
– Memberikan isyarat peristiwa yang akan datang.
– Memberikan komentar terhadap peristiwa yang sedang terjadi dalam drama tersebut.
5. Diksi (pemilihan kata, kebahasaan). Kata-kata yang digunakan dalam drama harus dipilih sedemikian rupa sehingga terungkap semua gagasan dan perasaan pengarang serta mudah diterima oleh pembaca, pendengar, atau penonton.
6. Tema. Gagasan pokok yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penonton.
7. Perlengkapan. Pakaian (kostum), tata panggung, tata lampu, musik, merupakan pendukung gagasan yang ikut berpengaruh dalam penyampaian gagasan kepada pendengar/penonton.
8. Konflik adalah ketegangan di dalam cerita rekaan atau drama; pertentangan antara dua kekuatan. Pertentangan ini dapat terjadi dalam diri satu tokoh, antara dua tokoh, antara tokoh dan masyarakat lingkungannya, antara tokoh dan alam, serta antara tokoh dan Tuhan. Istilah lain: tikaian.
9. Peristiwa adalah kejadian yang penting, khususnya yang berhubungan dengan atau merupakan peristiwa yang mendahuluinya.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara penulis naskah drama (skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris). Pada umumnya, pementasan drama mempunyai tahapan-tahapan yang runtut, yaitu eksposisi (pengenalan), komplikasi (pemunculan konflik), peningkatan konflik, klimaks, penyelesaian, dan resolusi (keputusan).
Keenam tahap pementasan drama tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
1. Eksposisi : cerita diperkenalkan agar penonton mendapat gambaran selintas mengenai drama yang ditontonnya (penonton diajak terlibat dalam peristiwa cerita).
2. Konflik : pelaku cerita terlibat dalam suatu pokok persoalan (di sinilah mula pertama terjadinya insiden).
3. Komplikasi : terjadinya persoalan baru dalam cerita.
4. Klimaks : pertentangan harus diimbangi dengan jalan keluar, mana yang baik dan mana yang buruk, lalu ditentukan pihak/perangai mana yang melanjutkan cerita.
5. Resolusi : di sini dilakukan penyelesaian persoalan (falling action).
6. Keputusan :di sini konflik berakhir, sebentar lagi cerita usai.
Tahap-tahap penceritaan di atas dapat disusun sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu plot literer, yang menggambarkan perubahan karakter atau suasana drama yang erat kaitannya dengan plot cerita. Plot literer yang lazim digunakan dalam drama adalah sirkuler, linear, dan episodik. Selain itu, tahap-tahap penceritaan tersebut masih harus dikemas dalam bagian-bagian drama yang lazim dikenal dengan istilah babak, episode, dan adegan.
C. Pementasan Drama
Drama memeliki dua aspek, yaitu aspek cerita dan aspek pementasan.
1. Aspek cerita
Aspek cerita mengungkapkan peristiwa atau kejadian yang dialami pelaku. Kadang-kadang pada kesan itu tersirat pesan tertentu. Keterpaduan kesan dan pesan ini terangkum dalam cerita yang dilukiskan dalam drama.
2. Aspek pementasan
Aspek pementasan drama dalam arti sesungguhnya ialah pertunjukan di atas panggung berupa pementasan cerita tertentuoleh para pelaku. Pementasan ini didukung oleh dekorasi panggung, tata lampu, tata musik dsb.
Kekhasan naskah drama dari karya sastra yang lain ialah adanya dialog, alur, dan episode. Dialog drama biasanya disusun dalam bentuk skenario (rencana lakon sandiwara secara terperinci). Alur ialah rangkaian cerita atau peristiwa yang menggerakkan jalan cerita dari awal (pengenalan), konflik, perumitan, klimaks, dan penyelesaian. Episode ialah bagian pendek sebuah drama yang seakan-akan berdiri sendiri, tetapi tetap merupakan bagian alur utamanya.
Pementasan drama selalu merupakan kerja sama yang sangat erat antara penulis naskah drama skenario), sutradara, dan pelaku (aktor/aktris).
Yang perdu diidentifikasi dalam pementasan drama adalah sebagai berikut :
Ketika Anda akan mementaskan naskah drama, pemilihan pemain harus dipertimbangkan dengan tepat. Pemain dalam drama harus benar-benar menghayati watak tokoh yang dimainkan. Supaya dapat menghayati watak tokoh dengan benar, pemain harus membaca dan mempelajari naskah drama dengan cermat. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemain drama adalah:
1. kemampuan calon pemain,
2. kesesuaian postur tubuh, tipe gerak, dan suara yang dimiliki calon pemain dengan tokoh yang akan dimainkan,
3. kesanggupan calon pemain untuk memerankan tokoh dalam drama.
Jika ketiga hal di atas dapat dipenuhi oleh calon pemain, akan mempermudah dalam penghayatan watak tokoh dalam drama yang akan dipentaskan. Hal lain yang harus diperhatikan, saat Anda akan menghayati watak tokoh dalam drama yang akan diperankan adalah sebagai berikut:
1. Pahamilah ciri-ciri fisik tokoh yang diperankan, seperti jenis kelamin, umur, penampilan fisik, dan kondisi kesehatan tokoh.
2. Pahamilah ciri-ciri sosial tokoh yang diperankan, seperti pekerjaan, kelas sosial, latar belakang keluarga, dan status tokoh yang akan diperankan.
3. Pahamilah ciri-ciri nonfisik tokoh, seperti pandangan hidup dan keadaan batin.
4. Pahamilah ciri-ciri perilaku tokoh dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah konflik.
Hal-hal yang dipersiapkan dalam pementasan drama adalah:
1. Sutradara (pemimpin pementasan),
2. Penulis naskah (penulis cerita),
3. Penata artistik (pengatur setting, lighting, dan properti),
4. Penata musik (pengatur musik, pengiring, dan efek-efek suara),
5. Penata kostum (perancang pakaian sesuai dengan peran),
6. Penata rias (perancang rias sesuai dengan peran),
7. Penata tari/koreografer (penata gerak dalam pementasan),
8. Pemain (orang yang memerankan tokoh),
D. Memerankan Drama
Seorang dramawan yang baik hendaknya menguasai teknik peran. Teknik peran (acting) adalah cara mendayagunakan peralatan ekspresi (baik jasmani maupun rohani) serta keterampilan dalam menggunakan unsur penunjang. Yang termasuk keterampilan menggunakan alat ekspresi jasmani adalah keterampilan menggunakan tubuh, kelenturan tubuh, kewajaran bertingkah laku, kemahiran dalam vokal, dan kekayaan imajinasi yang diwujudkan dalam tingkah laku. Adapun peralatan ekspresi yang bersifat kejiwaan ialah imajinasi, emosi, kemauan, daya ingat, inteligensi, perasaan, dan pikiran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membacakan dialog drama
1. Lafal adalah cara seseorang mengucapkan bunyi bahasa
2. Intonasi adalah lagu kalimat/ketepatan tinggi rendahnya nada (pembaca dialog/berita)
3. Nada adalah tinggi rendah ucapan/ungkapan keadaan jiwa atau suasana hati
4. Tempo adalah waktu/kecepatan gerak atau kecepatan artikulasi suara.
Oleh seorang pemeran drama, watak tokoh akan digambarkan dengan:
1. Penampilan fisik (gagah, bongkok, kurus, dan sebagainya); penampilan laku fisik (lamban, keras, dinamis, dan sebagainya);
2. Penampilan vokal (lafal kata-kata, dialog, nyanyian, dan sebagainya); dan
3. Penampilan emosi dan iq (pemarah, cengeng, licik, dan sebagainya). Hal tersebut dapat dipelajari dan dilatih dengan olah vokal/suara dan olah sukma.
Seorang pemain drama yang baik adalah seorang yang memiliki kemampuan: berakting dengan wajar; menjiwai atau menghayati peran; terampil dan kreatif; berdaya imajinasi kuat; dan mengesankan (meyakinkan penonton).
Agar mempunyai kemampuan sebagai pemain drama yang baik, selain memperhatikan lima hal yang berkaitan dengan pembacaan naskah ada empat hal lagi yang harus diperhatikan.
1. Ekspresi wajah
– Ekspresi mata
Mata merupakan pusat ekspresi sehingga harus diolah, dilatih, dan disesuaikan terlebih dahulu sesuai dengan berbagai emosi. Cobalah berlatih di depan cermin untuk menunjukkan rasa girang, marah, dan sebagainya dengan berimajinasi/membayangkan suatu hal!
– Ekspresi mulut
Sesudah ekspresi mata dilatih/disesuaikan, baru ekspresi mulut, karena perasaan yang terpancar dari mata merambat ke mulut dengan cara yang sama. Usahakan ekspresi mata sejalan/sesuai dengan ekspresi mulut sehingga keduanya saling mendukung dan mempertegas emosi yang akan ditonjolkan melalui ekspresi seluruh wajah.
2. Keterampilan kaki
Pemain pemula banyak yang berpenampilan kaku karena kaki seperti tertancap paku. Kaki harus membuat pemain lebih hidup. Maka harus diusahakan posisi kaki mengikuti arah muka. Jika muka bergerak ke kiri, ikutilah dengan mengubah posisi kaki dan tubuh ke kiri juga.
3. Suara dan ucapan
Jika kita bermain tanpa pengeras suara, maka dituntut suara yang lantang agar dapat meraih sejauh mungkin pendengar. Yang penting di sini adalah bagaimana agar suara kita dapat jelas terdengar tapi tidak memekik.Banyak orang berbicara dengan rahang dan bibir hampir-hampir terutup dan tidak digunakan semestinya. Turunkan rahang dan lidah. Buka bibir dan letupkan suara. Atau berlatihlah dengan menguap yang seakan-akan mengantuk, kemudian turunkan rahang dan suarakan vokal/ huruf hidup.
4. Penafsiran/Interpretasi
Dalam penafsiran seorang pemain harus memahami keseluruhan cerita yang dijalin dalam plot tertentu serta mengenal watak tokoh yang diperankannya. Kegiatan ini dapat menjadi kerja sama antara sutradara dan pemain/aktor dalam memahami naskah.